Kontribusi Limbah Pakaian terhadap Mikroplastik di Laut
Masalah plastik terus menarik perhatian dari berbagai pihak. Usaha terhadap pembatasan maupun daur ulang produk plastik terus dilakukan guna mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penanganan sampah plastik di lautan menjadi perhatian utama karena sampah yang tidak dikelola kebanyakan akan berakhir di lautan. Kita mungkin tidak menyadari, salah satu sumber terbesar dari polusi plastik selama ini adalah pakaian kita.
Poliester, nilon, akrilik dan bahan sintetik lainnya- yang semuanya adalah material plastik- terkandung sekitar 60% dalam bahan baku pakaian di seluruh dunia. Bahan sintetik ini cenderung murah, lentur dan dapat memberikan sirkulasi udara yang baik. Akan tetapi, setiap kali mencucinya, jutaan plastik berukuran mikro akan terdegredasi dan memberikan efek yang tidak terlihat tapi mungkin sangat berbahaya dalam jangka panjang.
Professor Richard Thompson, seorang peneliti bidang biologi laut yang menemukan istilah mikroplastik, dalam wawancara media The Economist menjelaskan bahwa dalam proses sekali pencucian, sekitar 700.000 serat mikroplastik dilepaskan oleh pakaian. Partikel mikroplastik ini — yang berukuran kurang dari 5 milimeter- dapat berakhir di lautan dan mencemari segala ekosistem di sana.
Penelitian lain juga telah lakukan untuk melihat seberapa besar kontribusi proses pencucian pakaian berbasis kain sintetik terhadap peluruhan mikroplastik. Dalam penelitian tersebut, uji coba pencucian dilakukan dengan menggunakan mesin cuci rumah tangga. Air limbah dikumpulkan untuk kemudian dianalisis dengan mencocokannya dengan sifat dan karakteristik pakaian yang dicuci. Hasil menunjukkan bahwa serat mikro yang dilepaskan selama proses pencucian mencapai 124–308 mg untuk setiap kilogram pakaian yang dicuci.
Dimensi mikroplastik yang sangat kecil memungkinkan partikel ini melewati instalasi pengolahan air limbah dan meimbulkan ancaman bagi organisme laut. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memprediksi bahwa pakaian sintetik berkontribusi dalam 35% mikroplastik di laut seluruh dunia. Data ini tidak mengejutkan, mengingat bahwa bahan sintetik mewakili hampir 60% dari seluruh industri pakaian, dan 840 juta mesin cuci rumah tangga digunakan untuk kebutuhan mencuci baju harian secara global.
Beberapa ahli telah meneliti keberadaan mikroplastik dalam ikan yang biasa kita konsumsi. Hasil menunjukan lebih dari sepertiga total sampel ikan mengandung mikroplastik dengan tingkat deteksi sebesar 0.2–1.9 partikel/ikan. Selain itu, studi terbaru oleh peneliti dari Universitas Exeter menemukan adanya partikel mikroplastik di perut ikan hiu.
Efek kesehatan dari paparan mikroplastik terhadap manusia belum diketahui secara pasti. Namun, efek subletal yang diamati pada hewan lain dapat dijadikan gambaran awal peringatan risiko kesehatan pada manusia. Pada beberapa penelitian yang melibatkan tikus, kelinci dan anjing, translokasi berbagai jenis mikropartikel di dalam usus dapat menyebabkan kerusakan jaringan, fibrosis dan karsinogenesis.
Pengetahuan tentang efek merugikan yang disebabkan oleh mikroplastik pada kesehatan manusia masih terbatas. Akan tetapi, dalam jangka waktu tertentu organisme di lautan pasti akan terkena dampak secara langsung. Dari persoalan ini, beberapa pegiat industri pakaian mulai berbenah dengan mengganti bahan baku kain menjadi bahan yang lebih eco-friendly. Selain itu, beberapa detergent yang mampu membersihkan pakaian dengan minimal peluruhan mikroplastik mulai diproduksi. Belum banyak solusi yang dapat diberikan terhadap masalah limbah mikroplastik ini. Akan tetapi, pilihan konsumen untuk mengurangi pembelian pakaian sintetik dan penggunaan sabun cuci yang ramah lingkungan tentu dapat menjadi alternatif.
Referensi:
De Falco, F., Di Pace, E., Cocca, M. et al. The contribution of washing processes of synthetic clothes to microplastic pollution. Sci Rep . 2019, 9, 6633.
Wang, Y.L.; Lee, Y.H.; Chiu, I.J.; Lin , Y.F.; Chiu, H.W. Potent Impact of Plastic Nanomaterials and Micromaterials on the Food Chain and Human Health. Int. J. Mol. Sci. 2020, 21, 1727.